KORUPSI DALAM PERSPEKTIF EKONOMI SYARI'AH
Diajukan
dalam lomba Karya Ilmiah
Fakultas
Syari'ah dan Ekonomi Islam
2013
Ditulis oleh:
Arsyad
Nim: 0130105002
Jurusan Ekonomi Islam
Kelas: A/1
Semester: 1
JURUSAN EKONOMI ISLAM
FAKULTAS SYARI’AH DAN EKONOMI ISLAM
INSTITUTE AGAMA ISLAM NEGERI (IAIN) AMBON
2013
Korupsi Dalam Perspektif Ekonomi Syariah
I. Pendahuluan
Akhir-akhir
ini masalah korupsi sedang hangat-hangatnya dibicarakan, terutama problematika
korupsi ketua Mahkamah Konstitusi (MK) dalam media massa. Korupsi, secara teori
bisa muncul dengan berbagai macam bentuk. Bentuk korupsi berdasarkan fakta yang
terjadi pada ketua Mahkamah Konstitusi, yaitu bentuk korupsi materil dan bentuk
korupsi inmateril. Dua kata tersebut dianggap sangat berpengaruh terhadap
korupsi. Dengan kata itulah korupsi yang kemudian dinyatakan sebagai penghambat
perekonomian bangsa.
Dalam
problematika tersebut banyak pendapat, bahwa dampak tertangkapnya ketua
Mahkamah Konstitusi oleh Komisi Pemberantasan Korupsi (KPK) sebagai seorang
Koruptor. Kasus korupsi tersebut membuat pola pikir masyarakat pesimis bahwa
korupsi susah untuk dihilangkan. Korupsi sudah menjadi gaya hidup orang-orang
berdasi yang duduk santai di belakang meja, orang-orang yang mempunyai jabatan
tinggi, orang-orang yang berpendidikan pun masuk kedalamnya, karena kebanyakan
kasus korupsi dilakukan oleh orang-orang yang berpendidikan, berdasi dan
mempunyai jabatan tinggi, serta korupsi merugikan negara dan dapat merusak
kehormatan lembaga mahkamah konstitusi, dan kepercayaan masyarakat.
Korupsi
bisa memperlambat laju pertumbuhan ekonomi negara, karena dana-dana yang
digunakan untuk pembangunan, terkendala terhadap kerakusan seorang koruptor
yang tidak memikirkan kepentingan orang banyak. Korupsi sama halnya pencuri,
yaitu mengambil hak orang lain dengan tidak sesuai aturan-aturan dan kaidah
islam. korupsi ketua mahkamah Konstitusi, yaitu mengambil uang atau suap adalah
salah satu akidah akhlak mahkamah konstitusi yang sangat bertentangan dengan
syariat islam. Uang dan suap adalah bentuk transaksi haram dalam syariat islam
sebagaimana dalam alqur’an dan hadits.
Dalam
sejarah, baik para sahabat Nabi, generasi sesudahnya (tabi’in), maupun para
ulama periode sesudahnya, semuanya bersepakat tanpa khilaf atas keharaman
korupsi, baik bagi penyuap, penerima suap maupun perantaranya. Meski ada
perbedaan sedikit mengenai kriteria kecenderungan mendekati korupsi.
Secara
mendasar, Islam memang sangat anti korupsi. Islam bukan saja perilaku korupnya,
melainkan juga pada setiap pihak yang ikut terlibat dalam kerangka terjadinya
tindakan korupsi itu. Bahkan kasus manipulasi dan pemerasan juga dilarang
secara tegas, dan masuk dalam tindakan korupsi. Ibn Qudamah dalam al-Mughnî
menjelaskan bahwa “memakan makanan haram” itu identik dengan korupsi. Dalam
tafsir al-Kasysyaf, Umar Ibnu Khaththab berkata: “menyuap seorang hakim” adalah
tindakan korupsi.[1]
Jadi
memang kalau dipakai syariat Islam, insya Allah masalah korupsi dapat
diselesaikan. Dalam syariat Islam, korupsi termasuk hukum ta’zir, yaitu ta’zir
itu hukumannya sesuai besaran korupsi, kalau kecil dapat kurungan, dihukum
kerja paksa, atau hukum cambuk. Kalau besar dapat dihukum penjara yang cukup
lama, tapi kalau terlalu besar bisa saja hukuman mati atau penjara seumur hidup
di pulau terpencil,” kata ustadz Al Khaththad[2]
Ekonomi
syariah melarang kegiatan riba dan spekulasi, agar menciptakan stabilitas ekonomi bangsa secara
menyeluruh. Ekonomi syariah yang mengedepankan gerakan sektor riil (bukan
derivatif), akan secara signifikan menumbuhkan ekonomi nasional dan tentunya
ekonomi rakyat. Dengan demikian Ekonomi syariah akan membantu pembangunan
ekonomi negara dan bangsa.[3]
Pada
makalah ini penulis akan menguraikan tantang pengertian korupsi dan Ekonomi
syariah, Hubungan korupsi dengan Ekonomi, Bentuk korupsi dan Sebab terjadinya
korupsi ketua MK, dan Dampak negatif korupsi terhadap ekonomi.
II. Pembahasan
A. Pengertian Korupsi dan Ekonomi
Syariah
Menurut
Prof. Subekti, korupsi adalah suatu tindak pidana yang memperkaya diri dan
secara langsung merugikan negara atau perekonomian negara. Jadi, unsur dalam
perbuatan korupsi meliputi dua aspek. Aspek yang memperkaya diri dengan
menggunakan kedudukannya dan aspek penggunaan uang negara untuk kepentingannya.
Sementara
itu, Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu transaksi
yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan tenaga dari
pihak lain. Korupsi dapat berupa penyuapan (bribery), pemerasan (extortion) dan
nepotisme.[4]
Hal seperti itu Allah sangat melarang
sebagaimana dalam buku Ringkasan Kitab Al UMM, Menyebutkan bahwa Allah
berfirman dalam surah An-Nisaa'(4): 29) firmannya:
$ygr'¯»t úïÏ%©!$# (#qãYtB#uä w (#þqè=à2ù's? Nä3s9ºuqøBr& Mà6oY÷t/ È@ÏÜ»t6ø9$$Î/ HwÎ) br& cqä3s? ¸ot»pgÏB `tã <Ú#ts? öNä3ZÏiB 4 wur (#þqè=çFø)s? öNä3|¡àÿRr& 4 ¨bÎ) ©!$# tb%x. öNä3Î/ $VJÏmu
Terjemahan:
“Hai
orang-orang yang beriman, janganlah saling memakan harta sesamamu dengan jalan
yang batil, kecuali dengan jalan perniagaan yang berlaku suka sama-suka
diantara kamu".[5]
Sedangkan
dalam al-Hadits lebih konkret lagi, dinyatakan bahwa Rasulullah SAW bersabda: “Allah
melaknati penyuap dan penerima suap dalam proses hukum.”[6]
Dalam
redaksi lain, dinyatakan: “Rasulullah SAW melaknati
penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya.” Kemudian dalam
kesempatan yang berbeda, Syaikh pernah berkata bahwa Rasulullah SAW bersabda: “penyuap dan penerima suap itu masuk ke
neraka”.
Kemudian
Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari perilaku ekonomi manusia, yang
perilakunya diatur berdasarkan aturan agama Islam dan didasari dengan tauhid
sebagaimana dirangkum dalam rukun iman dan rukun Islam. Sesuai tujuan ekonomi
islam adalah Segala aturan yang diturunkan Allah SWT dalam system Islam
mengarah pada tercapainya kebaikan, kesejahteraan, keutamaan, serta
menghapuskan kejahatan, kesengsaraan, dan kerugian pada seluruh ciptaan-Nya.
Demikian pula dalam hal ekonomi, tujuannya adalah membantu manusia mencapai
kemenangan, kesejahteraan di dunia dan di akhirat.
Berdasarkan
prinsip syariat, ekonomi islam memiliki beberapa prinsip dasar antara lain:
1.
Berbagai sumber daya dipandang sebagai pemberian atau titipan dari Allah
swt kepada manusia.
2.
Islam mengakui pemilikan pribadi dalam batas-batas tertentu.
3.
Kekuatan penggerak utama ekonomi Islam adalah kerja sama.
4.
Ekonomi Islam menolak terjadinya akumulasi kekayaan yang dikuasai oleh
segelintir orang saja.
5.
Ekonomi Islam menjamin pemilikan masyarakat dan penggunaannya
direncanakan untuk kepentingan banyak orang.
6.
Seorang mulsim harus takut kepada Allah swt dan hari penentuan di
akhirat nanti.
7.
Zakat harus dibayarkan atas kekayaan yang telah memenuhi batas (nisab).
8.
Islam melarang riba dalam segala bentuk.[7]
B. Hubungan-hubungan Korupsi dengan
Ekonomi
Menurut
Mauro, korupsi memiliki korelasi negatif dengan tingkat Investasi, Pertumbuhan
ekonomi, dan Pengeluaran pemerintah untuk program sosial dan kesejahteraan.
Hal-hal ini merupakan bagian dari inti ekonomi makro, dan kenyataan bahwa
korupsi memiliki hubungan langsung dengan hal-hal ini, mendorong pemerintah
untuk menanggulangi korupsi, baik secara preventif maupun kuratif. Ada pula
pernyataan dari Dieter Frish bahwa meningkatnya korupsi juga meningkatkan biaya
barang dan jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang negara.
C. Bentuk Korupsi dan Sebab Terjadinya Korupsi Menurut Ekonomi Syaria’ah
1. Bentuk-bentuk Korupsi Ketua Mahkamah Konstitusi
Bentuk korupsi ada dua macam yang dilakukan
ketua MK, yaitu korupsi secara materil dan inmateril. Jadi korupsi tidak selamanya
berkaitan dengan penyalahgunaan uang negara.
a.
Materil
Materil adalah korupsi yang berkaitan dengan
uang, barang, dan lain sebagainaya. Dalam pemerintahan ketua Mahkamah
konstitusi Akil muchtar terjerat dalam korupsi materil, akibat dari kecerdasannya.
Kecerdasan untuk memainkan ekonomi yang tidak sesuai dengan syariat islam.
Korupsi adalah mengambil uang Negara untuk
kepentingan pribadinya, kepentingan pribadi orang lain yang melanggar aturan,
dan kepentingan pribadi keluarga. Dalam hal ini, terjadi pelanggaran menurut
islam sebagaimana dalam hadits At-Thirmidzi (1336), Rasulullah bersabda;
"Laknat Allah bagi orang yang menyuap
dan menerima suap".
Orang yang menyuap dan menerima suap itu akan
diusir dari rahmat Allah yang Luas. Hal itu disebabkan oleh sejumlah yang tidak
bernilai. Yakni, alangkah ruginya seperti itu.
Dalam
kasus korupsi, adapun terjadi penimbunan (Ihtikar) uang khas dengan tidak
memikirkan kebutuhan ekonomi masyarakt. Penimbunan (Ihtikar) dalam Sunnah Piqih
Islam mengatakan bahwa, Ihtikar artinya membeli barang dan me-nyimpannya agar
jumlahnya ditegah-tengah masyarakat menjadi sedikit sehingga harganya mahal dan
masyarakat menderita kerugian karenanya.
Penimbunan diharamkan dan dilarang oleh
syariat karena mencerminkan kerakusan, ketamakan, dan akhlak yang buruk, serta
menyusahkan masyarakat.
1.
Ma’mar meriwayatkan bahwa Nabi saw. Bersabda;
“Barang siapa menimbun maka dia adalah orang
yang durhaka.”
2.
Nabi saw. Bersabda;
“Barang siapa menimbun makanan selama 40 hari
maka dia telah terlepas dari allah dan allaoh telah terlepas darinya.”
3.
Mu’adz meriwayatkan bahwa Nabi saw. Bersabda dalam hadits nomor 9715,
kepada tabrani dan baihaqi dalam syu’abul-iman yang artinya;
“sejelek-jelek hamba adalah penimbun. Apabila
dia mengengar harga yang murah maka itu menyedihkannya. Dan apabila dia
mendengar harga yang mahal maka dia bergembira.[8]
a.
Inmateril
Inmateril adalah korupsi yang berkaitan
dengan penghianatan, tidak disiplin dalam menjalankan tugasnya. Sesuai berita
bahwa Narkotika jenis baru, Akil Mochtar
bisa dijerat sebagai pengedar, yang sperti inilah termasuk penghianat jika
dikaji dalam ilmu umum dan islam.
Ketua Mahkamah konstitusi Akil Muchtar
sebagai penegak keadilan Negara, menurut syariat islam telah korupsi dalam
bentuk inmateril, yaitu melanggar etika Islam, etika kepemimpinan, serta telah
terbukti berkhianat berdasarkan ucapan yang dikeluarkan sebelum menjadi ketua
MK, tidak sesuai dengan perilaku yang dipraktekan di lembaga konstitusi. Ketua
mahkamah konstitusi Akil Muchtar pernyataan yang dikeluarkan adalah soal potong
jari, memiskinkan koruptor, dan mencacatkan organ tubuh koruptor.[9]
Berdasarkan hal itu, Islam mengharamkan tindakan ketua Mk, sebab dalam
buku Piqih Sunnah mengharamkan tindakan mencuri, khianat, riba penipuan, curang
dalam timbangan, menyuap, dan menyebutkan tiap harta yang didapatkan dengan
cara yang tidak halal.
Islam juga sangat ketat dalam hal pencurian
dengan memberlakukan potongan tangan. Tangan yang dipotong adalah tangan yang
dipergunakan mencuri. Melalui hal itu, kita dapat menbaca hikamh syar’I bahwa
tangan berkhianat itu diandaikan dengan anggota tubuh yang sakit dan perlu
diamputasiuntuk menyelamatkan anggota tubuh lainnya. Pengerbanan sebagian
anggota tubuh untuk menjaga anggota tubuh lain yang lebih pital adalah perkara
yang ditoleransi akal dan agama. Dengan kata lain, akan menjaga kemaslahatan
harta benda masyarakat.
Allah Swt. Berfirman,
ä-Í$¡¡9$#ur èps%Í$¡¡9$#ur (#þqãèsÜø%$$sù $yJßgtÏ÷r& Lä!#ty_ $yJÎ/ $t7|¡x. Wx»s3tR z`ÏiB «!$# 3 ª!$#ur îÍtã ÒOÅ3ym
Terjemahan:
"adpun
orang laki-laki dan perempuan yang mencuri, potonglah tangan keduanya (sebagai)
balasan atas perbuatan yang mereka lakukan dan sebagai siksaan dari Alloh. Dan
Allah Mahaperkasa, Mahabijaksana."[10]
Korupsi dalam Syariah Islam itu disebut
dengan perbuatan khianat, orangnya disebut khaa`in, termasuk di dalamnya adalah
penggelapan uang yang diamanatkan atau dipercayakan kepada seseorang. Tindakan
khaa`in ini tidak termasuk definisi mencuri (sariqah) dalam Syariah Islam, sebab
definisi mencuri (sariqah) adalah mengambil harta orang lain secara diam-diam
(akhdzul maal ‘ala wajhil ikhtifaa` wal istitar). Sedang khianat ini bukan
tindakan seseorang mengambil harta orang lain, tapi tindakan pengkhianatan yang
dilakukan seseorang, yaitu menggelapkan harta yang memang diamanatkan kepada
seseorang itu. (Lihat Abdurrahman Al Maliki, Nizhamul Uqubat, hlm. 31).[11]
2. Sebab-sebab Ketua Mahkamah Konstitusi Akil Muchtar Korupsi
Akil Muchtar melakukan korupsi didukung oleh
2 faktor, antara lain faktor internal dan eksternal.
a.
Faktor internal
korupsi bukan karena orangnya miskin atau
penghasilan tak cukup. Tetapi orang
tersebut sudah cukup kaya, namun masih punya hasrat besar untuk memperkaya
diri. Unsur penyebab korupsi pada pelaku semacam itu datang dari dalam diri
sendiri. Dorongan tersebut antara lain:
1.
Dorongan dari dalam diri sendiri (keinginan, hasrat, kehendak, dan
sebagainya).
2.
Aspek Individu Pelaku
3.
Sifat Tamak Manusia
4.
Rakus
b.
Faktor Eksternal
1.
Akil Muchtar tidak tahan godaan
Moralnya tidak kuat cenderung mudah tergoda
untuk melakukan korupsi. Godaan itu bisa berasal dari atasan, teman setingkat,
bawahanya, atau pihak yang lain yang memberi kesempatan untuk itu.
2.
Akil Muchtar menerima suap
Dalam pilkada kadang ketua mahkamah
konstitusi menerima suap berupa materil (uang) untuk memenangkan satu partai
berdasarkan kesepakatan pakar politik partai tersebut.
Berdasarkan hadits, Cara seperti ini telah
dilarang oleh allah berdasarkan sabda rosulullah yang menyatakan bahwa;
“Allah
melaknati penyuap dan penerima suap dalam proses hukum.” Dalam redaksi lain, dinyatakan: “Rasulullah SAW melaknati
penyuap, penerima suap, dan perantara dari keduanya.” Kemudian dalam pendapat lain berbeda, Rasulullah SAW bersabda: “penyuap dan
penerima suap itu masuk ke neraka.”[12]
3.
Kebutuhan Hidup yang Mendesak
Dalam rentang kehidupan ada kemungkinan
seseorang mengalami situasi terdesak dalam hal ekonomi. Keterdesakan itu
membuka ruang bagi seseorang untuk mengambil jalan pintas diantaranya dengan
melakukan korupsi.
4.
Kelemahan Sistem Pengendalian Manajemen
Pengendalian manajemen merupakan salah satu
syarat bagi tindak pelanggaran korupsi dalam sebuah organisasi. Semakin
longgar/lemah pengendalian manajemen sebuah organisasi akan semakin terbuka
perbuatan tindak korupsi anggota atau pegawai di dalamnya.
5.
Masyarakat kurang menyadari sebagai korban utama korupsi
Masyarakat masih kurang menyadari bila yang
paling dirugikan dalam korupsi itu masyarakat. Anggapan masyarakat umum yang
rugi oleh korupsi itu adalah negara. Padahal bila negara rugi, yang rugi adalah
masyarakat juga karena proses anggaran pembangunan bisa berkurang karena
dikorupsi.
D. Dampak negative korupsi terhadap ekonomi
Dampak
negatif korupsi terhadap ekonomi dalam pandangan islam sama dalam
pandangan-pandangan ilmu umum, yaitu: Korupsi juga mempersulit pembangunan
ekonomi dengan membuat distorsi dan ketidak efisienan yang tinggi. Dalam sektor
privat, korupsi meningkatkan ongkos niaga karena kerugian dari pembayaran
ilegal, ongkos manajemen dalam negosiasi dengan pejabat korup, dan risiko
pembatalan perjanjian atau karena penyelidikan. Walaupun ada yang menyatakan
bahwa korupsi mengurangi ongkos (niaga) dengan mempermudah birokrasi, konsensus
yang baru muncul berkesimpulan bahwa ketersediaan sogokan menyebabkan pejabat untuk
membuat aturan-aturan baru dan hambatan baru. Dimana korupsi menyebabkan
inflasi ongkos niaga, korupsi juga mengacaukan "lapangan perniagaan".
Perusahaan yang memiliki koneksi dilindungi dari persaingan dan sebagai
hasilnya mempertahankan perusahaan-perusahaan yang tidak efisien.
Korupsi menimbulkan distorsi (kekacauan) di dalam sektor publik dengan
mengalihkan investasi publik ke proyek-proyek masyarakat yang mana sogokan dan
upah tersedia lebih banyak. Pejabat mungkin menambah kompleksitas proyek
masyarakat untuk menyembunyikan praktek korupsi, yang akhirnya menghasilkan
lebih banyak kekacauan. Korupsi juga mengurangi pemenuhan syarat-syarat
keamanan bangunan, lingkungan hidup, atau aturan-aturan lain. Korupsi juga
mengurangi kualitas pelayanan pemerintahan dan infrastruktur; dan menambahkan
tekanan-tekanan terhadap anggaran pemerintah.[13]
Dari penjelasan diatas dapat disimpulkan bahwa dampak yang ditimbulkan antara
lain:
1.
Korupsi juga turut mengurangi anggaran pembiayaan untuk perawatan
fasilitas umum.
2.
Rakyat menderita, akibat tidak mendapatkan keadilan dalam kekuasaan
3.
merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara[14]
4.
rakyat semakin miskin, sehingga masyarakat tidak mendapatkan hak untuk
hidup yang sejahtera.
5.
Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik
6.
Lapangan kerja menurun
7.
Korupsi menurunkan pendapatan pajak[15]
III. Penutup
1.
Syed Hussen Alatas memberi batasan bahwa korupsi merupakan suatu
transaksi yang tidak jujur yang dapat menimbulkan kerugian uang, waktu, dan
tenaga dari pihak lain, sedangkan Ekonomi Islam merupakan ilmu yang mempelajari
perilaku ekonomi manusia, yang perilakunya diatur berdasarkan aturan agama
Islam dan didasari dengan tauhid.
2.
Hubungan korupsi dengan ekonomi adalah Korupsi memiliki korelasi negatif
terhadap pertumbuhan Ekonomi sehingga dapat merugikan Negara, serta korupsi juga meningkatkan biaya barang
dan jasa, yang kemudian bisa melonjakkan utang Negara.
3.
Bentuk korupsi yang dilakukan ketua mahkamah konstitusi secara materil
dan inmateril dan korupsi didukung oleh 2 faktor, antara lain faktor internal
dan eksternal.
4.
Dampak negatif yang timbul akibat korupsi adalah
a.
Rakyat menderita, akibat tidak mendapatkan keadilan dalam kekuasaan
b.
merugikan keuangan negara atau perekonomian Negara[16]
c.
rakyat semakin miskin, sehingga masyarakat tidak mendapatkan hak untuk
hidup yang sejahtera.
d.
Korupsi menurunkan produktivitas dari investasi publik
e.
Lapangan kerja menurun
f.
Korupsi menurunkan pendapatan pajak
Saran
yang dapat disampaikan sesuai problematika dalam isi karya ilmiah, Komitmen para
pemimpin berakhlak dan berbudi adalah kunci keberhasilan dalam perekenomian,
dan sebagai mahasiswa/pemuda yang
menjadi penerus bangsa, terutama dalam bidang perekonomian. Belajarlah ekonomi
syari’ah agar bisa menjadi orang yang berakhlak, mempunyai akidah yang kuat.
Sehinga tidak mudah terjerat pada perekonomian-perekonomian yang dilarang aturan
syariat Islam.
Daftar Pustaka
Agustianto. 2013. Ekonomi Syariah Untuk Kemaslahatan Bangsa. http://ekonomi.kompasiana.com/moneter/2013/10/22/cermati-gunakan-dan-da
patkan-keunggulan-ekonomi-syariah-pada-situasi-perekonomian-indonesia-602775.html, 11 November 2013 jam 10 : 20 Wit.
Agama,
Departemen. 2004. Al-qur’an dan Terjemahannya juz 1- 30. Edisi Baru. Jakarta: Mekar
Karya.
Ahmad, Riwayat,Hadis, 27477.
Anonim.
2013. Pikiran rakyat. http://www.pikiran-rakyat.com/no
-de/254147, 9 November 2013 jam 09:10 Wit.
Arrahmah. 2012. fungsi Syariat Islam dan Solusi Mengatasi Korupsi. http://www.arrahmah.com/read/2012/06/23/21166-fui-syariat-islam-solusi-mengatasi-korupsi.html, 8 November 2013 Jam 12:28 Wit.
Asril, Sabrina. NU: Akil Buktikan Ucapan Soal Potong jari!. http://nasional.kompas.com/read/2013/10/13/1955324/NU.Akil.Buktikan.Ucapan.Soal.Potong.Jari,
7 November 20 -13 jam 17:30 Wit.
Freddy. 2011. Dampak korupsi Terhadap Perekonomian. http://artadima.blogspot.com, 8 November 2013 jam 21 : 54 wit.
----------2010. Pengertian Tujuan & Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam. http://islampeace.Clubdiscussion.net/t13/2010/02/10/pengertian-tujuan-prinsip-prinsip-ekonom
i-islam, 8 November 2013 jam 02:57 Wit.
Hidupituimpian. 2012. Korupsi Dalam Pandangan Islam Dan Nasrani. http://hidupituimpian.wordpress.com/2012/05/05/korupsi-dalam-pandangan-islam-dan-nasranial/, 8 November jam 22:56 wit.
Idris, bin Muhammad, Abdullah, Abu syafi'I, Imam (peng),
Tarlita, Titi, Lc, Edy, Fr (ed). 2005. Ringkasa Kitab Al UMM. Cet. Ke 2. Jakarta: Pustaka Azzam Anggota IKAPI
DKI.
Al-muqtadir, bin abd fathi, bin Ibrahim. 2006. Uang Haram.
Jakarta: Dar al-'Aqidah.
Jawi Al, M. Shiddiq. 2012. Mencabut Korupsi Sampai Ke Akar-Akarnya
Dengan Syariah Islam. http://hizbut-tahrir.or.id/2012/05/02/mencabut-korupsi-sampai-ke-akar-akarnya-dengan-syariah-islam/, 8 November 2013 jam 23:29 wit.
-------------2010. Dampak Korupsi Terhadap Perekonomian Indonesia.
http://dwikiediccent.blogspot.com/, 8 November 2013 jam 06:17 Wit.
Sabiq, Sayyid. 2010. Fiqih
Sunnah. Vol. 4 – 5. Cet. Ke II. Jakarta: Pena pudi Aksara.
[1] Hidupituimpian, “Korupsi Dalam Pandangan Islam Dan Nasrani”,
Diakses dari http:// hidu -p-ituimpian.wordpress.Com/2012/05/05/korupsi-dalam-pandangan-islam-dan-nasranial/
pada 8 november 2013 jam 22:56 Wit.
[2]Arrahmah, “fungsi Syariat Islam dan Solusi Mengatasi
Korupsi”, Diakses dari http://www.-arrahmah.com/read/2012/06/23/21166-fui-syariat-islam-solusi-mengatasi-korupsi.html
12:28 wit.
[3]Agustianto, “Ekonomi Syariah Untuk Kemaslahatan Bangsa”,
Diakses dari http://ekonomi. kompasiana.com/moneter/2013/10/22/cermati-gunakan-dan-dapatkan-keunggulan-ekonomi-syariah
-pada-situasi-perekonomian-indonesia-602775.html 11 November 2013 jam 10 : 20
Wit.
[4] Anonim, “Pikiran rakyat”,Diakses dari http://www.pikiran-rakyat.com/node/254147 pada 9 November 2013
jam 09:10 Wit.
[5] Imam syafi'I Abu Abdullah Muhammad bin Idris (peng), Edy Fr, Lc,
Titi Tarlita S.Ag (Ed), Ringkasan Kitab Al UMM, Cet. Ke 2, (Jakarta: Pustaka Azzam Anggota IKAPI
DKI, 2005 ). Hlm. 769.
[6] Ibrahim bin fathi bin abd al-muqtadir, Uang Haram, (Jakarta:
Dar al-'Aqidah, 2006). Hlm. 142.
[7] Anonim, “Pengertian, Tujuan &
Prinsip-Prinsip Ekonomi Islam”, Diakses dari http:// islampeace. Clubdis
cussion.net/t13-pengertian-tujuan-prinsip-prinsip-ekonomi-islam 8 November 2013 jam 02:57 Wit.
[8] Sayyid Sabiq, Fiqih Sunnah,
jilid 5, cet. Ke II (Jakarta: Pena pudi Aksara,
2010), hlm. 83-84.
[9] Sabrina Asril, “NU:
Akil Buktikan Ucapan Soal Potong”, Diakses dari Jari!http://nasional.
kompas.com/read/2013/10/13/1955324/NU.Akil.Buktikan.Ucapan.Soal.Potong.Jari, 7
November 20 -13 jam 17:30 Wit.
[10] Al-qur’an dan
Terjemahannya juz 1- 30, Edisi Baru (Jakarta: Mekar Karya, 2004). Hlm. 151.
[11]M. Shiddiq Al Jawi, “Mencabut
Korupsi Sampai Ke Akar-Akarnya Dengan Syariah Islam,” Diakses dari http://hizbut-tahrir.or.id/2012/05/02/mencabut-korupsi-sampai-ke-akar-akarnya-dengan-syariah-islam/ 8 November 2013 jam 23:29 wit.
[12] Hadis Riwayat ahmad, 27477.
[13]Freddy, “Dampak Korupsi Terhadap
Perekonomian”, Diakses dari http://artadima. blogspot.com /2011/10/dampak-korupsi-terhadap-perekonomian-di.html 8
November 2013 Jam 21:54 Wit.
[14]Hidupituimpian, “Korupsi Dalam
Pandangan Islam Dan Nasrani”, Op. Cit
[15]Anonim, “Dampak Korupsi Terhadap
Perekonomian Indonesia,” Diakses dari http:// dwikiediccent. blogspot.com/
pada 8 November 2013 jam 06:17 Wit.
[16]Hidupituimpian, “Korupsi Dalam
Pandangan Islam D an Nasrani”, Op. Cit.
Tidak ada komentar:
Posting Komentar